BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Wahyu
Wahyu menurut bahasa atau etimologi adalah isyarat yang cepat.Wahyu
juga diambil dari kata Waha-Yahi-Wahyan, yang secara bahasa berarti
suara, kecepatan, bisikan, rahasia, dan tulisan.Sedangkan secara Terminologi
adalah informasi Allah menyangkut agama atau semacamnya yang disampaikan kepada
nabi-Nya[1].Wahyu pada makna isim maf’ul ialah kalam Allah
yang diturunkan kepada salah seorang nabi-Nya, maksudnya ialah wahyu itu
ditinjau dari siapa yang menerimanya[2].
Jika wahyu pada makna masdhar ialahpengetahuan yang didapatkan seseorang
dari dirinya disertai keyakinan bahwa pengetahuan tersebut berasal dari
Allah, baik melalui perantara maupun
tanpa perantara.
Jadi, wahyu merupakan pemberitahuan Allah SWT
kepada orang yang dipilih dari beberapa hamba-Nya mengenai beberapa petunjuk
dan ilmu pengetahuan yang hendak diberitahukannya tetapi dengan cara yang tidak
biasa bagi manusia, baik dengan perantaraan atau tidak dengan perantaraan. Hadirnya
wahyu sebagai sumber dan dasar pokok ajaran islam, seluruh pemahaman dan
pengamalan ajaran islam harus merujuk kepada Al-Qur’an dan Hadits. Sebab,
manusia sejatinya diciptakan Allah SWT dengan tujuan yang jelas, yaitu sebagai
hamba Allah dan Khalifah(pemimpin) dan untuk tercapinya tujuan tersebut Allah
membekali wahyu sebagai petunjuk-Nya. Manusia harus memahami wahyu itu sendiri,
terutama muslim sebagai objek pelaku dikehidupan harus menyadari bahwasanya
wahyu itu datang membawakan banyak informasi. Informasi yang sangat berguna,
yakni wahyu memberi informasi pengetahuan bagaimana caranya berterima kasih
kepada tuhan-Nya yang telah menciptakan dan menyempurnakan tubuh ini. Mensyukuri
nikmat yang Allah berikan dengan cara mengaplikasikan pesan makna wahyu atau
Al-Qur’an dan Sunnah didalam kehidupan. Selain itu, wahyu secara tidak langsung
sebenarnya adalah senjata yang Allah berikan kepada nabi-nabi-Nya untuk
melindungi diri serta umat dan pengikut-pengikutnya dari ancaman berbahaya
orang-orang yang tidak menyukai keberadaannya. Dan sebagai bukti bahwa beliau
adalah utusan sang pencipta yaitu Allah SWT.
B.
Ayat-ayat
Alquran tentang wahyu
Terdapat 77 kali kata wahyu menggunkan kata
wahyun untuk beberapa pengertian. Diantaranya[3]:
1.)
Wahyu dalam arti ilham berupa pemberitahuan atau petunjuk untuk manusia
bersifat fitrah, seperti dalam surat Al-Qashash ayat 7:
وَأَوْحَيْنَا إِلَىٰ أُمِّ مُوسَىٰ أَنْ أَرْضِعِيهِ ۖفَإِذَاخِفْتِعَلَيْهِفَأَلْقِيهِفِيالْيَمِّوَلَاتَخَافِيوَلَاتَحْزَنِيۖإِنَّارَادُّوهُإِلَيْكِوَجَاعِلُوهُمِنَالْمُرْسَلِينَ
Dan
kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir
terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil).Dan janganlah kamu khawatir
dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan
mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul”. (QS. Al-Qashash: 7).
2.)
Wahyu
dalam arti ilham (instink) untuk hewan
bersifat naluri, seperti dalam surat An-Nahlayat 68:
وَأَوْحَىٰ رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ
الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ
Dan
Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di
pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia". (QS.
An-Nahl: 68)
Para
ulama berpendapat bahwa inilah yang disebut sebagai ilham insting yang dimiliki
binatang[4]. Yang dimaksud dengan wahyu dalam ayat
ini ialah ilham, petunjuk dan bimbingan dari Allah kepada lebah agar lebah
membuat sarangnya di bukit-bukit juga dipohon-pohon serta ditempat-tempat yang
dibuat manusia. Kemudian berkat adanya ilham dari Allah ini lebah membangun
rumah (sarang)nya dengan sangat rapi struktur dan tersusun. Kemudian Allah SWT
menganugerahkan insting kepada lebah untuk makan dari sari buah-buahan dan
menempuh jalan-jalan yang telah dimudahkan oleh Allah baginya, sehingga lebah
dapat menempuh jalan udara yang luas, padang sahara yang membentang luas,
lembah-lembah dan gunung-gunung yang tinggi menurut apa yang disukainya. Lalu
masing-masing lebah dapat kembali ke sarangnya, tempat ia meletakkan
telur-telurnya dan madu yang dibuatnya. Lebah membangun lilin untuk sarangnya
dengan kedua sayapnya dan dari mulutnya ia muntahkan madu, sedangkan lebah
betina mengeluarkan telur dari duburnya kemudian menetas dan terbang ke tempat
kehidupannya.
3.) Wahyu dalam arti isyarat dengan
cepat, seperti firman Allah Ta’ala:
فَخَرَجَ
عَلَىٰ قَوْمِهِ مِنَ الْمِحْرَابِ فَأَوْحَىٰ إِلَيْهِمْ أَنْ سَبِّحُوا بُكْرَةً
وَعَشِيًّا
“Maka
ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka;
hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang”. (QS. Maryam:
11)
Dalam tafsir
jalalain menafsirkan dengan kata Asyaaro yang menunjukkan isyarat yaitu
suatu hal yang dilakukan oleh indra baik yang berupa dzohir (luar) maupun yang
batin (dalam)[5]. Makna
wahyu pada ayat ini ialah suatu isyarat yang cepat (reflek) dengan
memberikan isyarat berupa simbol atau tanda. Ayat ini menjelaskan tentang nabi
Zakariya yang keluar dari mushallanya ketika memerintahkan kaumnya untuk
bertasbih pada waktu pagi dan petang, sedangkan saat itu ia sedang menjalankan
perintah Allah SWT untuk tidak berbicara kepada manusia sebagai tanda atas
kebenaran janji Allah SWT kepadanya untuk memberikan anak. Oleh karena itu nabi
Zakariya secara reflek memberikan isyarat kepada kaumnya dengan menggunakan
tangannya dan dengan sesuatu yang lainnya.
4.)
Wahyu
dalam arti bisikan atau rayuan, dan ini terdapat dalam surat Al-An’am ayat 121:
وَلَا
تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ ۗوَإِنَّالشَّيَاطِينَلَيُوحُونَإِلَىٰأَوْلِيَائِهِمْلِيُجَادِلُوكُمْۖوَإِنْأَطَعْتُمُوهُمْإِنَّكُمْلَمُشْرِكُونَ
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut
nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu
adalah suatu kefasikan.Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada
kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka,
sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik”. (QS.
Al-An’am: 121)
Dalam ayat tersebut fi’il mustaqbalnya Yuuhuu
menggunakan arti Yuwaswisu (membisiki)[6].Makna wahyu dalam ayat
ini bermakna bisikan setan kepada rekan-rekannya agar mereka membisikan kepada
manusia untuk membantah apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasulnya
berupa larangan memakan bangkai dan daging hewan yang disembelih tanpa menyebut
nama Allah SWT atau untuk mengerjakan kejelekan dan kejahatan diantara
umat manusia.
5.)
Wahyu
dalam arti pemberitahuan dan perintah Allah
swt kepada malaikat, seperti dalam surat Al-Anfal ayat 12:
إِذْ
يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلَائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ
آمَنُوا ۚسَأُلْقِيفِيقُلُوبِالَّذِينَكَفَرُواالرُّعْبَفَاضْرِبُوافَوْقَالْأَعْنَاقِوَاضْرِبُوامِنْهُمْكُلَّبَنَانٍ
(Ingatlah),
ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku brsama
kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman". Kelak
akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka
penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (QS. Al-Anfal: 12).
Ingatlah, waktu Allah mewahyukan kepada kepada malaikat
dengan jalan ilham bahwa Allah menolong dan menguatkan mereka serta Allah
menyuruh mereka untuk memantapkan hati para mukmin dan membulatkan kemauannya[7]. Yaitu
seribu malaikat yang tak kelihatan pada mata, yang telah dirasai adanya oleh
malaikat itu. Malaikat itulah yang diperintahkan oleh Allah agar menyampaikan
titah Allah kepada mereka[8].
C.
Interpretasi
Alquran
menggunakan kataأَوْحَىٰdalam
salah satu bentuk untuk menunjukkan aktivitas sebuah proses turunnya wahyu.
Dalam surat An-nahl ayat 68 memberikan informasi bahwa Allah memberikan wahyu
yang diartikan para mufassir bahwu wahyu itu adalah dengan arti ilham berupa
instink kepada hewan lebah, sunnguh Allah begitu kasih sayang kepada semua
makhluknya[9]
Alquran juga
menggunakan kata أُوحِيَ
dalam salah satu bentuk untuk menunjukkan pewahyuan Alquran yang dibawa Nabi
Muhammad saw. Dalam surat Al-An’am ayat 19 dijelaskan:
قُلْ
أَيُّ شَيْءٍ أَكْبَرُ شَهَادَةً ۖقُلِاللَّهُۖشَهِيدٌ
بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ ۚوَأُوحِيَإِلَيَّهَٰذَاالْقُرْآنُلِأُنْذِرَكُمْبِهِوَمَنْبَلَغَۚأَئِنَّكُمْلَتَشْهَدُونَأَنَّمَعَاللَّهِآلِهَةًأُخْرَىٰۚقُلْلَاأَشْهَدُۚقُلْإِنَّمَاهُوَإِلَٰهٌوَاحِدٌوَإِنَّنِيبَرِيءٌمِمَّاتُشْرِكُونَ
Katakanlah: "Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?"
Katakanlah: "Allah". Dia menjadi saksi antara aku dan kamu.Dan Al
Quran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepadamu
dan kepada orang-orang yang sampai Al-Quran (kepadanya).Apakah sesungguhnya
kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain di samping Allah?" Katakanlah:
"Aku tidak mengakui". Katakanlah: "Sesungguhnya Dia adalah Tuhan
Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan
(dengan Allah)". (QS. Al-An’am:19)
Maksud
ayat diatas telah jelas bahwa Nabi Muhammad saw pemberi peringatan berupa Al-quran bagi
siapa sajadan secara umum[10]. Wahyu di sini adalah al-Qur’an al-Karim yang menegaskan
keesaan Allah melalui ayat ini dan ayat-ayat lain, sedangkan al-Qur’an itu
sendiri adalah bukti kebenaran yang jelas. Firman-Nya yang menggambarkan fungsi
al-Qur’an sebagai peringatan kepada masyarakat yang Nabi Muhammad saw temui dan
yang dijangkau ajakan al-Qur’an dari satu sisi menunjukan bahwa risalah beliau
bersifat umum, tidak hanya untuk orang-orang arab, tidak juga untuk masyarakat
manusia pada masa beliau, tetapi untuk manusia seluruhnya kapan dan di mana pun
mereka berada[11].
D.
Proses
turunnya wahyu
Wahyu pertama kali
turun pada malam lailatul qadar 17 Ramadhan ketika usia Nabi Muhammad 41 tahun
(610 M.). Gua Hiro menjadi tempat turunnya pertama kali (tempat nabi
mengasingkan diri). Ayatnya surat Al-Alaq 1-5. Wahyu ini diturunkan melalui
utusan malaikat jibril dalam bentuk kata kata atau sama halnya pada ayat Al-An’am
ayat 19.[12]
Dalam tahapannya wahyu itu berasal dari Allah
SWT kemudian disampaikan kepada malaikat dan diteruskan sampai kepada
Rasulullah SAW, terdapat beberapa cara wahyu itu disampaiakan:
Pertama: Tata cara Allah SWT menyampaikan
wahyu kepada malaikat-malaikat-Nya, para ulama berbeda pendapat[13]
a.
Pendapat pertama: Jibril menerima al-Qur’an dari Allah melalui pendengaran
dengan lafal khusus.
b.
Pendapat kedua: Jibril menghafal al-Qur’an dari Lauhul Mahfuzh.
c.
Pendapat ketiga: Makna al-Qur’an disampaikan kepada jibril, dan
lafal-lafalnya dari jibril atau dari Muhammad SAW.
Pendapat pertama adalah pendapat yang tepat.
Pendapat ini dianut oleh ahlussunnah wal Jamaah dan dikuatkan dengan hadits
Nawwas bin Sam’an sebelumnya.Jelas bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah dengan
Lafal-lafal-Nya bukan kalam jibril ataupun Muhammad Saw.Allah SWT berfirman
dalam surat yunus ayat 15:
وَإِذَا تُتْلَىٰ
عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا بَيِّنَاتٍ ۙقَالَالَّذِينَلَايَرْجُونَلِقَاءَنَاائْتِبِقُرْآنٍغَيْرِهَٰذَاأَوْبَدِّلْهُۚقُلْمَايَكُونُلِيأَنْأُبَدِّلَهُمِنْتِلْقَاءِنَفْسِيۖإِنْأَتَّبِعُإِلَّامَايُوحَىٰإِلَيَّۖإِنِّيأَخَافُإِنْ
عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
Dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan
Kami berkata: "Datangkanlah Al Quran yang lain dari ini atau gantilah
dia". Katakanlah: "Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak
diriku sendiri. Aku tidak mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa
hari yang besar (kiamat)". (QS. Yunus: 15)
Allah mengabarkan tentang keresahan orang-orang kafir
Quraisy yang mendustakan kebenaran dan berpaling darinya, sesungguhnya mereka
jika Rasulullah menghampiri mereka, mereka berkata: i’ti biqur-aanin ghairi
Haadzaa “Datangkanlah olehmu al-Qur’an selain ini” maksudnya
kembalikanlah al-Qur’an ini dan datangkanlah kepada kami yang selainnya, atau
gantilah ia dengan isi yang lain.Allah berfirman kepada Nabi-Nya dan Rasul yang
menyampaikan risalah dari Allah: qul maa yakuunu lii an ubaddilaHuu min
tilqaa-ii nafsii “Katakanlah: ‘Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak
diriku sendiri”. maksudnya tidaklah seperti itu. Sesungguhnya aku hanyalah
hamba yang diperintahkan dan Rasul yang menyampaikan risalah dari Allah.In
attabi’u illaa maa yuuhaa ilayya innii akhaafu in ‘ashaitu rabbii ‘adzaaba
yaumin ‘adhiim “Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.
Sesungguhnya aku takut jika aku mendurhakai Rabbku kepada siksa hari yang besar
(Kiamat)”.
Kedua: tata cara Allah menyampaikan wahyu
kepada para rasul-Nya. Terdapat dua tahapan bagaimana Allah SWT menyampaikan
wahyu kepada para rasul-Nya, yaitu
·
Allah menyampaikan wahyu melalui perantara malaikat jibril
·
Allah menyampaikan wahyu Tanpa melalui perantara
Termasuk tata cara kedua (tanpa melalui
perantara) adalah seperti mimpi yang benar saat tidur. Diriwayatkan dari Aisyah
ra. Ia berkata, “permulaan wahyu datang kepada Rasulullah SAW adalah berupa
mimpi di dalam tidur, melainkan mimpi itu datang seperti rekahan cahaya subuh”[14].
Diantara dalil yang menunjukan bahwa mimpi para nabi adalah wahyu yang wajib
dilaksanakan adalah mimpi dalam lisah Nabi Ibrahim. Ia bermimpi menyembelih
anaknya, Ismail. Allah berfirman dalam surat Ash-Shaffat ayat 101-112
“Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang
anak yang sangat sabar (Ismail).Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup
berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku!Sesungguhnya aku bermimpi
bahwa aku menyembelihmu.Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!”Dia (Ismail)
menjawab, “Wahai ayahku!Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu;
insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar”.Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan
anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah).Lalu Kami
panggil dia, “Wahai Ibrahim!sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.”
Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat
baik.Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.Dan Kami tebus anak
itu dengan seekor sembelihan yang besar.Dan Kami abadikan untuk Ibrahim
(pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, ”Selamat sejahtera bagi
Ibrahim.”Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat
baik.Sungguh, dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.Dan Kami beri dia
kabar gembira dengan (kelahiran) Ishak seorang nabi yang termasuk orang-orang
yang shalih”. (QS. Ashaffat. 101-112).
Ketiga: tata cara malaikat menyampaikan wahyu kepada rasul. Malaikat
menyampaikan wahyu kepada Rasulullah SAW yaitu melalui salah satu dari dua
kondisi berikut:Kondisi pertama: kondisi ini paling berat bagi Rasulullah SAW
adalah wahyu datang seperti bunyi lonceng dan suara keras yang menggerakan
seluruh unsur perhatian, sehingga jiwa dengan sepenuh kekuatannya siap menerima
pengaruhnya. Ketika wahyu turun kepada Rasulullah SAW dengan cara seperti ini,
beliau menyatukan seluruh kekuatan nalar untuk menerima, menghafal, dan
memahami wahyu yang disampaikan. Suara yang dimaksud mungkin bersumber dari
kepakan sayap-sayap para malaikat yang disebutkan dalam hadist, “apabila
Allah memutuskan suatu persoalan di langit, maka para malaikat mengepakkan
syap-sayap mereka seraya menunduk pada firman-nya, (firman yang didengar)
laksana (suara) rantai di atas batu licin”. Atau mungkinjuga suara malaikat
itu sendiri di awal menyampaikan wahyu kepada Rasulullah SAW. Kondisi kedua:
malaikat mendatangi Rasulullah SAW dalam wujud seseorang manusia. Kondisi ini
lebih ringan dari sebelumnya karena ada keselarasan antara yang berbicara dan
yang mendengar, Rasulullah merasa senang ketika mendengarnya dan beliau merasa
tenang seperti perasaan tenang seseorang kepada saudaranya sesama manusia.
Kedua kondisi ini tertera dalam riwayat dari Aisyah Ummul Mukminin bahwa
Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Raulullah
bagaimanakah cara wahyu datang kepadamu?” Rasulullah SAW menjawab, “Terkadang
wahyu datang kepadaku seperti bunyi lonceng, dan cara ini paling berat bagiku.
Setelah wahyu selesai disampaikan, aku memahami darinya (jibril) apa yang ia
katakan. Dan terkadang malaikat menampakkan wujud kepadaku (dalam
wujudnabusia), lalu ia berbicara kepadaku, lalu aku memahami apa yang ia
ucapkan”[15].
Perbedaan arti wahyu, ilham dan ta’lim
A.) Wahyu ayatnya:
فَأَوْحَىٰ
إِلَىٰ عَبْدِهِ مَا أَوْحَىٰ
“Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah
Allah wahyukan”. (QS. An-Najm: 10)
Jibril mewahyukan kepada hamba
Allah muhammad saw apa yang harus disampaikan, maka Allah memberikan wahyu
kepada hamba-Nya muhammad saw melalui jibril[16].
Firman-Nya (مَا أَوْحَىٰ) mengisyaratkan bahwa wahyu yang
disampaikan itu adalah sesuatu yang sangat agung, yang dampaknya terhadap umat
manusia bahkan alam semesta amatlah besar[17].
B.) Ilham ayatnya:
فَأَلْهَمَهَا
فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya”. (QS. As-Syamsu: 8)
Kata ilham atau hidayah dalam
ayat ini lebih sesuai bila diterjemahkan dengan potensi, potensi itu diciptakan
Allah di dalam jiwa manusia, sehingga dia dapat menggunakannya sesuai dengan
hidayah atau selera. Disamping potensi yang terdapat di dalam diri setiap
individu manusia, maka pada ayat ini juga diterangkan konsekuensi dari setiap
tindakan yang dikeluarkan dari potensi itu. Barang siapa yang menggunakan
potensi positif untuk menyucikan jiwa, melaksanakan kebaikan dan berusaha untuk
melawan potensi negatif, maka dia beruntung. Barang siapa yang mengikuti
potensi negatif maka dia telah merugi. Tujuan dari disebutkannya konsekuensi
ini agar benih-benih kebaikan dapat tumbuh subur dibumi ini. Disisi lain, untuk
menegaskan bahwa setiap tindakan tidak lepas dari konsekuensinya[18].
C.) Ta’lim ayatnya:
قَالُوا
سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖإِنَّكَأَنْتَالْعَلِيمُالْحَكِيمُ
Mereka menjawab:
"Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah
Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana". (QS. Al-Baqoroh: 32)
Jika seseorang ditanya tentang sesuatu
pengetahuan, sementara dia tidak mengetahuinya maka dia wajib mengatakan “Allah
lebih mengetahui sedang aku tidak tahu”. Hal ini dilakukan karena mengikuti
tindakan para malaikat, para nabi dan ulama yang terkemuka. Namun nabi
memberitahukan bahwa pengetahuan telah diambil seiring dengan wafatnya para
ulama. Sehigga, yang tersisa hanyalah orang-orang bodoh yang dimintai fatwa,
lalu mereka mengeluarkan fatwa berdasarkan kepada pendapat mereka, sehingga mereka
pun menjadi menyesatkan dan disesatkan[19].
Perbedaannya
yaitu:
·
Wahyu:
Pintunya telah ditutup setelah Nabi akhir zaman Nabi Muhammad saw
·
Ilham:
Pintunya selalu terbuka selagi masih ada manusia yang bertaqorrub kepada Allah
swt
·
Ta’lim:
Pintunya bisa terbuka dan tertutup selama manusia masih terus belajar atau
sebaliknya[20].
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwasemua kata wahyu
yang terkandung dalam al-quran mengandung makna yang berbeda-beda, istilahwahyu
yang tertulis didalam al-quran bukan hanya menunjukkan wahyu yang diberikan
kepada Nabi Muhammad saw saja melainkan wahyu berupa iham yang diberikan kepada
hewan lebah dll. Esensi yang bisa kita tangkap adalah manusia itu diciptakan
untuk terus dinamis seperti halnya hewan lebah yang disuruh membuat rumah di
pohon, manusia di bumi hakikatnya menciptakan cerita yang indah yang dapat
memberi motivasi serta kemanfaatan bagi zaman sekarang dan yang akan datang.
Demikian
makalah singkat ini, mohon maaf atas segala kekurangan dan semoga
bermanfaat.Aamiin.
[1] Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi, hlm. 288
[2]Syaikh Manna’ Al-Qatthan, Dasar-Dasar Ilmu Al-Qur’an,hlm.
52
[3]Abd.Rozak & Aminuddin, Studi Ilmu Alquran, hlm. 1-3
[4]Jalaluddin As-Suyuti wal Mahali, Tafsir Jalalain, juz 1, hlm.
221
[5]Jalaluddin As-Suyuti wal Mahali, Tafsir Jalalain, juz 2, hlm.13
[6]Jalaluddin As-Suyuti wal Mahali, Tafsir Jalalain, juz 1, hlm.
125
[7]Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir
Al-Qur’anul Majid An-Nur jilid 2, hlm. 1556
[8]Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar jilid4 , hlm.
2702
[10]Abdul Aziz, Tafsir Adhwa’ul Bayan, hlm. 287
[11]M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah jilid 4, hlm 46
[12]Abd Rozak & Aminuddin, Studi Ilmu Alquran, hlm. 15
[13]Syaikh Manna’ Al-Qatthan, Dasar-Dasar Ilmu Al-Qur’an,hlm.56
[14]Syaikh Manna’ Al-Qatthan, Dasar-Dasar Ilmu Al-Qur’an,
hlm. 58
[15]Syaikh Manna’ Al-Qatthan, Dasar-Dasar Ilmu Al-Qur’an,
hlm. 62
[16]Dr. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu
Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9, hlm 226
[17]M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah jilid 13, hlm 413
[18]Syekh Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Tafsir Sya’rawi
Jilid 15, hlm 317.
[19]Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, hlm.
630
[20]Abd.Rozak & Aminuddin, Studi Ilmu Alquran, hlm. 16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar