A. Pengertian HAM
Secara bahasa kata Hak itu berasal dari bahasa arab حق – يحق – حقا
yang bermakna milik, ketetapan dan kepastian. Sedangkan asasi bermakna dasar,
pangkal. Asasi itu segala sesuatu yang bersifat dasar. Dan makna manusia diartikan makhluk yang
berakal budi (mampu menguasai makhluk lain).
Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia.[1]
Menurut Dr. Syekh Syaurat Hussain, terdapat dua macam HAM jika
dilihat dari kategori huquuqul ibad, yaitu: Pertama, HAM yang
keberadaanya dapat diselenggarakan oleh suatu negara (Islam). Kedua : HAM yang
keberadaannya tidak secara langsung dapat dilaksana-kan oleh suatu Negara.[2]
Hak-hak kategori pertama bisa disebut juga dengan hak legal, karena keberadaan
HAM dikuasai oleh negara atau pemerintah dan umat manusia tunduk patuh tidak
berkuasa atas HAM tersebut yang diambil alih pemerintah, atau manusa tidak
memliki kekuasaan HAM, dibeberapa aturan pemerintah. Sedangkan hak-hak kategori
kedua bisa disebut juga dengan hak moral, karena setiap umat manusia memiki
andil atas hak-haknya.
Menurut M. Quraish Shihab, ada 3 kata yang digunakan al-Qur‟an
untuk menunjuk kepada manusia, yaitu: pertama, kata yang terdiri dari huruf
alif, nun, dan sin (insan, ins, nas, atau unas); kedua, kata basyar; ketiga,
kata Bani Adam dan zurriyat Adam.2 Kata “insan” berasal dari bahasa Arab al-Insan
dengan asal kata nasiya–yansa yang berarti “lupa”. Kata insiyyan yang berakar
kata ins yang bermakna “keadaan tampaknya sesuatu”, “harmonis”, dan “jinak”.
Kemudian kata insan diambil dari kata naus yang berarti gerakan dan dinamisme.
Makna-makna tersebut memberikan gambaran tentang sifat kodrat makhluk tersebut,
yaitu manusia yang memiliki sifat lupa, memiliki kemampuan untuk bergerak dan
melahirkan perubahan.[3]
B.
Ruang Lingkup HAM
Di dunia internasional, bidang Hak Asasi Manusia mencakup hak-hak bidang
sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya, serta hak-hak atas pembangunan.
Hak-hak tersebut bersifat individual dan kolektif.[4]
Adapun
hak yang ditetapkan Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, terdapat sepuluh macam, yaitu:
1. Hak
hidup
2. Hak
berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3. Hak
mengembangkan diri
4. Hak
memperoleh keadilan
5. Hak
memperoleh kebebasan pribadi
6. Hak
atas rasa aman
7. Hak
atas kesejahteraan
8. Hak
turut serta dalam pemerintahan
9. Hak
wanita
10. Hak
anak
Pada makalah ini akan membahsa hak berkeluarga didalam alquran,
untuk penjelasannya sebagai berikut:
Hak Berkeluarga
Didalam bab munakahat,
fikih islam mengatur secara rinci pernikahan dan segala pembentukan
keluarga. Manusia memiliki sifat naluri untuk membina keluarga, maka demikian
manusia memiliki hak asasi untuk meneruskan keturunan-keturunannya. Nikah
didalam islam tidak hanya membahas hal-hal yang terkait dengan urusan
pascanikah, tetapi juga membahas urusan pranikah. Ini dapat dilihat pada surat
ar-Rum : 21
وَمِنْ
آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ
Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Qs. Ar-Rum : 21).
Imam
Fakhruddin Ar Razi dalam Tafsir Mafatihul Ghaib menjelaskan bahwa
sakinah adalah rasa tenang dan tentramnya hati yang dirasakan dan didapatkan
dari pasangan, tidak hanya istri bagi suami juga sebaliknya suami bagi istri.
Sebab istri
bisa menjadi tempat suami mendapatkan ketentraman jika istri mendapatkan
ketentraman pula dari suami. Hal ini timbul dari mawaddah, yang Ar Razi
jelaskan sebagai rasa cinta kasih yang tercurahkan untuk pasangan. Serta dari
rahmah, rasa kasih sayang yang mengalir dari pasangan.
Sementara
menurut Imam Qurthubi dalam tafsirnya, rasa sakinah atau ketentraman dalam
rumah tangga yang dirasakan suami dari istri akan terlahir dari mawaddah; rasa
cinta kasih yang terlahir dari sifat lahiriyah, dan dari rahmah; kasih sayang
yang bersifat batiniyah dari sang suami. Hal ini yang menjadikan pernikahan
melahirkan rumah tangga yang harmoni walau uban memutih.
Ayat diatas terdapat pelajaran yang diambil untuk bekal seseorang
berkeluarga, diantaranya:
1.
Suksesnya
dalam berumah tangga ialah tercapainya keluarga sakinah mawaddah warrahmah
2.
Untuk
mendapatkan perlindungan dan pengarahan Allah SWT dalam mengarungi rumah tangga
perlunya rasa ikhlas. Sebab rasa ikhlas itu jalan menuju keridhoaan Allah SWT.
3.
Allah
menciptakan manusia berpasang-pasangan agar manusia mendapatkan keturunan dan
berkembang biak.
C. Analisis
Manusia memiki
kemampuan utuk memilih, memilih jalan hidup terbaik menurut versinya
masing-masing. Kemampuan itu tak lepas atas peran Allah memberikan
kelebihan dibandingkan makhluq-makhluq
lainnya. Sebagai manusia, nafsu didiri manusia itu selalu selalu terdapat
keinginan dan terus berkeinginan. Lantas bagaimana agar nafsu manusia
terkendalikan? Islam hadir untuk itu, mengatur dan mengontrol nafsu manusia
agar tidak keluar dari jalur kebenaran. Salah satu nafsu manusia itu ialah
pernikahan, satu ikatan yang dibalutkan haram bisa jadi halal, menyatukan
hubungan untuk satu tujuan yaitu sakinah mawadah warohmah. Singkatnya keluarga
yang dihiasi dengan ketentraman jiwa, kasih sayang dan ampunan dari Allah SWT.
Namun faktanya, terdapat beberapa keluarga yang tidak sesuai dengan konsep
tujuan tersebut, bahasa kasarnya ialah keluarga yang hancur, cerai, berantakan,
tidak ada ketenangan jiwa, tidak ada kasih sayang pada keluarga tersebut. Dan
ada yang lebih nyeleneh yaitu, pernikahan yang dilegalkan berstatus sesama
jenis atau LGBT(lesbian, gay, biseksual, trasgender). Islam tidak membenarkan
keburukan justru islam menjelaskan dan mendidik manusia untuk berperlaku benar.
Dari perinsip kebenaran itu, maka HAM harus sesuai dengan konsep islam.
[1] Hikmat
Budiman (ed), Hak Minoritas: Dilema Multikulturalisme,(Jakarta:
Interaksi dan Tifa, 2005.), hlm.1
[2]
Lihat,
Syekh Syaukat Hussain, Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Diterjemahkan oleh
Abdul Rochim C. H, (Cet. I ; Jakarta
Gema Insani Press, 1996.), hlm.55
[3] Abd Muin
Salim, Hak Asasi Manusia dalam al-Qur’an dalam Azhar Arsyad dkk (ed) Islam
dan Perdamaian Global (Cet. I; Yogyakarta : Madyan Press, 2002.), hlm. 22
[4] Muchlis
M. Hanafi,et. al “Hukum, Keadilan dan Hak Asasi Manusia”, (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qu’an), hlm.278
Tidak ada komentar:
Posting Komentar