Kamis, 02 April 2020

Klasifikasi Ayat Al-Qu'an

KLASIFIKASI AYAT


A. PENGHILANGAN NYAWA
Surat Al-Baqoroh Ayat 191
وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ ۚ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ ۚ وَلَا تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّىٰ يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ ۖ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ ۗ كَذَٰلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ
Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir”. QS:Al-Baqarah | Ayat: 191.

Kata Kunci: اقْتُلُوهُمْ Bunuhlah mereka
Klasifikasi ayat:
·         Ayat ini termasuk madaniyah, ayat yang ke 191 dari 286 ayat surat al-Baqoroh.
·         Dari segi makna اقْتُلُوهُمْ, membunuh disini untuk menimbulkan efek jera. Apabila mereka bertobat maka pembunuhan itu terputuslah bisa diganti sesuai kesepakatan ulama setempat.
·         Dilihat dari perintahnya; orang mukmin diserukan memerangi dan mengusir orang kafir musyrik, dimanapun mereka jumpai.
·         Dilihat dari sejarahnya; di zaman Rasulullah SAW kaum kafir Quraisy memerangi kaum Rasulullah SAW di mekkah tepatnya di dalam masjidil haram.
·         Diitinjau dari seruan perintahnya; perintah itu ada karena kaum kafir terlebih dahulu atau memulai asap serta api peperangan itu, tertuju untuk memerangi orang mukmin. Sehingga untuk membentengi diri, orang mukmin balik memerangi kaum kafir. Selain itu mereka kaum kafir musyrik memfitnah orang mukmin dengan cara menyiksa, hal itu dengan tujuan agar orang-orang mukmin keluar dari agama islam. Fitnah itu membuat keterpaksaan orang mukmin lari dari tanah air dengan mengikuti agama mereka kaum kafir musyrikin.
·         Dilihat dari tempatnya; asalmula terjadi di masjidil haram dan meluas hingga keluar dari wilayah masjidil haram. Akan tetapi dimasjidil haram berlaku untuk Rasulullah SAW, karena hanya Rasulullah yang di izinkan oleh Allah untuk berperang didalamnya dan selain beliau tidak boleh karena tempat itu suci tidak boleh dikotorkan, Allahlah yang mensucikan tempat itu.

B. KEPEMIMPINAN
Surat Al-Baqoroh Ayat 30
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". QS:Al-Baqarah | Ayat: 30

Kata Kunci: خَلِيفَةً Pemimpin / Wakil Allah
Klasifikasi ayat:
·         Ayat ini termasuk madaniyah, ayat yang ke 30 dari 286 ayat surat al-Baqoroh.
·         Makna dari khalifah adalah, kedudukan sebagai pemimpin dibumi untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya dan memakmurkan bumi serta memanfaatkan segala apa yang ada padanya. Khalifah juga bermakna pengganti atau wakil Allah, dalam peranan menjaga segala apapun yang ada dibumi ini.
·         Dilihat dari jenisnya, ayat ini termasuk jenis berita. Berita atau kabar yang disampaikan kepada seluruh para malaikatnya Allah, bahwa akan adanya pemimpin dibumi, yakni adam dan keturunannya.
·         Dilihat dari tempat dan waktunya, terjadi di surga. Perbincangan antara Allah dan makhluknya para malaikat, ketika itu belum terciptanya nabi Adam AS.

Surat An-Nisa ayat 59
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. QS:An-Nisaa | Ayat: 59
Kata Kunci: أُولِي الْأَمْرِ
Klasifikasi Ayat:
·         Ayat ini termasuk madaniyah, ayat yang ke 59 dari 176 ayat surat An-Nisa.
·         Dari segi jenisnya, ayat ini termasuk jenis perintah dan berita. Yakni perintah untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya serta kepada ulil amri(pemegang kekuasaan). Dan beritanya ialah jika berlainan pendapat karena bertentangan pemahaman maka harus dikembalikan kepada Allah SWT.
·         Dilihat dari aspek lingkupnya; meliputi seluruh aktivitas di setiap negara ataupun kota, penerapannya mengikuti segala keputsan yang berlaku dalam hal kebaikan dengan mengikuti aturan-aturan Allah, Rasul, dan ulul amri.


C. MAKANAN DAN MINUMAN HALAL/HARAM
Surat Al-Baqarah Ayat 168
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. QS:Al-Baqarah | Ayat: 168

Kata Kunci: حَلَالًا، طَيِّبًا halal dan baik
Klasifikasi Ayat:
·         Ayat ini termasuk madaniyah, ayat yang ke 168 dari 286 ayat surat al-Baqoroh.
·         Dari segi jenisnya; ayat ini termasuk kategori berita, bahwa makanlah makanan yang baik-baik dan halal dan jangan mengikuti langkah syetan. Tidak semua yang baik itu halal, dan tidak semua halal itu ada baiknya. Dan sesuatu yang tidak baik juga tidak halal, itulah langkah syetan untuk menyesatkan manusia, maka harus teliti dan waspada dalam menerapkan yang halal dan baik.
·         Dari segi sosial; kata halal harus diiringi dengan yang baik-baik. Sesuatu yang halal harus dilakukan dengan cara yang baik. Contoh makan adalah baik, jadi jika makannya dengan nafsu sehingga kenyang mengakibatkan sakit perut maka itu tidak baik dan merusak lebel halal itu sendiri, penerapannya ialah cara yang baik dengan makan secukupnya untuk menjaga tubuh stabil dan sehat kuat dibawa ibadah.
·         Dilihat dari lingkupnya; makanan halal dan baik, pada khusunya tertuju kepada umat muslim, akan tetapi dengan melihat kondisi modern saat ini yakni wabah covid-19. Menandakan bahwa ayat ini berlaku untuk kalangan umum, artinya makanan halal dan harus baik ini, benar-benar harus diterapkan untuk menjaga kesehatan serta keselamatan.


Surat Yunus Ayat 59
قُلْ أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ لَكُمْ مِنْ رِزْقٍ فَجَعَلْتُمْ مِنْهُ حَرَامًا وَحَلَالًا قُلْ آللَّهُ أَذِنَ لَكُمْ ۖ أَمْ عَلَى اللَّهِ تَفْتَرُونَ
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal". Katakanlah: "Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?". QS:Yunus | Ayat: 59

Kata Kunci: رِزْقٍ Rezeki
Klasifikasi Ayat:
·         Ayat ini termasuk madaniyah, ayat yang ke 59 dari 109 ayat surat Yunus.
·         Dari jenisnya; ayat ini termasuk kategori keritikan, bahwa orang kafir memakan atau mempergunakan rezeki yang Allah berikan itu semaunya, sesukanya, sesuai kehendak nafsu mereka. Menghalalkan haram dan mengharamkan yang halal. Sehingga Rasulullah SAW mengkritiki perbuatan mereka itu, dengan berkata "Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini)”. Sesungguhnya perbuatan mereka itu ialah dusta, karena Allah telang mengajarkan bagaimana rezeki yang telah Allah berikan itu dipergunakan dengan cara yang baik lagi halal.
·         Dilihat dari segi ruang lingkupnya; ayat ini masuk keseluruh penjuru bidang, bidang pendidikan, sosial, perekonomian, dan lainnya. Salah satunya ialah perbisnisan,  bagaimana seseorang dalam mengelola bisnis itu dengan cara tidak merusak aturan yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Efek dari tidak nenerapkan halal dan tidak meninggalkan haram, tentunya merugikan rekan bisnisnya itu, pastinya menimbulkan sisi panas antara kedua belah pihak.

Sejarah Awal Mula Kerasulan Rasulallah SAW

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam sejarah, peradaban Islam tidak dapat dipisahkan dari sejarah seorang tokoh agung yang dilahirkan dalam lingkungan masyarakat jahiliah di Jazirah Arab. Dia adalah Muhammad bin ‘Abdullah, rasul terakhir dan penutup para nabi. Perjalanan kehidupannya adalah sebuah sejarah kepemimpinan yang sangat penting bagi umat manusia. Suri teladan yang ada pada diri rasulullah SAW yang menjadi panutan umat islam.
Nabi Muhammad adalah pembawa cahaya kebenaran untuk seluruh umat manusia, penyempurna ajaran-ajaran para nabi terdahulu, penutup para nabi dan tidak ada nabi atau wahyu apapun yang diturunkan Allah setelah wafatnya. Rasulullah SAW adalah utusan termulia yang diturunkan oleh Allah sebagai pembawa rahmat bagi seluruh semesta alam.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarahnya awal mula kenabian Muhammad SAW
2.      Apa wahyu pertama kali diterima Rasulullah SAW
3.      Apa saja dakwah yang dilakukan Rasululah SAW
4.      Siapa saja umat pertama kali yang mengikuti agama Rasulullah Saw

C.    Tujuan Masalah
1.      Mengetahui awal mula kenabian Rasulallah SAW
2.      Mengetahui wahyu pertama diturunkan
3.      Mengetahui dakwah yang dilakukan Rasulallah SAW
4.      Mengetahui Assabiqun Al-Awwalun


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Di Bawah Naungan Kenabian Dan Kerasulan
1.      Kebiasaan Rasulullah SAW Pergi Ke Gua Hira
Sesuatu hal yang rasulullah saw sukai ialah mengasingkan diri. Tatkala rasulullah saw berusia hampir 40 tahun, dengan perbekalan membawa roti gandum dan air beliau suka merenungkan diri  pergi ke gua hira terletak di jabal nur dan jaraknya 2 mil dari kota makkah. Selama bulan ramadhan beliau tinggal di gua itu dan tak pernah lupa memberikan makanan kepada fakir miskin yang setiap saat juga datang kesana. Di gua hira beliau menghabiskan waktunya untuk beribadah, memikirkan kekuasaan penciptaan alam sekitarnya dan keagungan serta kekuatan tak terkalahkan dibalik alam ini. Beliau tidak suka bahkan terpikirkan, serasa tidak tenang atas perbuatan-perbuatan kaumnya oleh kemusyrikan yang diyakini. Akan tetapi beliau tidak memiliki jalan keluar yang jelas untuk meluruskan kaumnya menghantarkan dijalan keridhaan yang disetujui.
Pilihan mengasingkan diri ('uzlah) yang diambil Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam ini merupakan bagian dari tadbir (aturan) Allah terhadapnya. Juga, agar terputusnya hubungannya dengan kesibukan-kesibukan di muka bumi, serta sebagai langkah persiapan untuk menerima urusan besar yang sedang ditunggunya.
Begitulah Allah mengatur dan mempersiapkan kehidupan rasulullah saw untuk mengemban amanat yang besar, merubah wajah dunia dan meluruskan garis sejarah. Allah telah mengatur pengasingan ini selama tiga tahun bagi rasulullah saw sebelum membebaninya dengan risalah. Beliau pergi untuk mengasingkan diri ini selama jangka waktu sebulan dengan disertai ruh yang suci sambil mengamati kegaiban yang tersembunyi dibalik alam nyata, hingga tiba saatnya untuk berhubungan denga kegaiban itu tatkala Allah sudah memperkenankannya.[1]

2.      Wahyu Pertama
Pada usia 40 tahun, beliau diangkat menjadi rasul dan mulai tampak tanda-tanda nubuwwah (kenabian) yang timbul dari diri kehidupan beliau. Di antara tanda-tandanya ialah adanya sebuah batu di makkah yang mengucapkan salam kepada beliau, beliau juga bermimpi sangat jelas, sejelas fajar subuh yang terbit. Tanda ini berlangsung selama dua pulu tiga tahun dan juga merupakan bagian dari empat puluh enam tanda kenabian. Memasuki tahun ketiga saat mengasingkan dirinya di gua hira tepatnya di bulan ramadhan, Allah swt berkehendak untuk melimpahkan rahmat-nya kepada penghuni bumi, memuliakan beliau dengan nubuwwah dan menurunkan jibril kepada beliau sambil membawa ayat-ayat al-qur’an.
Dari beberapa penelitian dan penguat bukti serta dalil-dalil dapat ditentukan bahwa terjadinya perisiwa tersebut secara tepat yaitu pada hari senin, tanggal 21 ramadhan, di malam hari, bertepatan tanggal 10 Agustus tahun 610 M. Tepatnya, beliau saat itu sudah berusia 40 tahun, 6 bulan, 12 hari menurut kalendar Hijriah dan sekitar usia 39 tahun, 3 bulan, berdasarkan kalender masehi.
Suatu peristiwa yang merupakan titik permulaan kenabian beliau terdapat dipenuturan aisyah ashiddiqah(istri rasulullah saw).
Imam Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Saidatina ‘Aishah RadiyaLlahu ‘Anha, sebagai berikut:[2]
Dari Aisyah Ummil Mu’minin RadiyaLlahu ‘anha dikhabarkan bahawa ia telah berkata; “permulaan wahyu yang pertama dialami oleh rasulullah saw adalah berupa ar-ru’ya asholihah (mimpi yang benar) dalam tidur. Biasanya mimpi itu terlihat jelas oleh beliau, seperti jelasnya cuaca pagi. Semenjak itu hati beliau tertarik hendak mengasingkan diri ke gua hira”. dimana beliau beribadah didalamnya selama beberapa malam, tidak pulang ke rumahnya. Untuk itu beliau membawa perbekalan secukupnya. Setelah perbekalan itu habis, beliau kembali kepada khadijah binti khuwailid(isteri rasulullah saw yang pertama) untuk mengambil perbekalan secukupnya. Kemudian beliau kembali ke Gua Hira, hingga datang kepadanya Al Haq(kebenaran atau wahyu), yaitu sewaktu beliau saw berada di Gua Hira itu. Seorang malaikat datang menghampiri sembari berkata, ‘bacalah!’(beliau berkata) lalu aku menjawab, ‘aku tidak bisa membaca!’ Beliau bertutur lagi, ‘kemudian dia memegang dan merengkuhku hingga aku kehabisan tenaga, lalu setelah itu melepaskanku sembari berkata, ‘Bacalah!’ aku kemudian tetap menjawab, ‘Aku tidak bisa membaca!’ Lalu untuk kedua kalinya, dia memegang dan merengkuhku hingga aku kehabisan tenaga kemudian melepaskanku seraya berkata lagi, ‘Bacalah’ Aku tetap menjawab, ‘Aku tidak bisa membaca!’ kemudian dia meakukan hal yang sama untuk ketiga kalinya, sembari berkata,
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4)
 عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ(5)
Setelah itu rasulullah saw pulang dengan merekam bacaan tersebut dalam kondisi gemetar, lantas menemui isterinya, Khadijah binti Khuwailid, sembari berucap, ‘selimuti aku! Selimuti aku!’ Belia pun diselimuti hingga rasa takutnya hilang. Beliau bertanya kepada Khadijah, ‘Ada apa denganku ini?’ Lantas beliau menuturkan semua kisahnya yang baru terjadi dialaminya dan berkata, ‘Aku amat khawatir dengan diriku!’ Khadijah berkata, ‘jangan takut! Demi Allah! Tuhan sekali-kali tidak akan membinasakan anda (nabi muhammad saw). Sungguh engkau adalah penyambung tali rahim, pemikul beban orang lain yang mendapatkan kesusahan, pemberi orang yang papa, penjamu tamu serta penolong setiap upaya menegakkan kebenaran". Kemudian Khadijah berangkat bersama beliau untuk menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin 'Abdul 'Uzza, anak paman Khadijah (sepupunya). Dia (anak pamannya tersebut) adalah seorang yang menganut agama Nashrani pada masa Jahiliyyah, dia bisa menulis dengan tulisan 'Ibrani dan sempat menulis dari injil beberapa tulisan yang mampu ia tulis sebanyak apa yang dikehendaki oleh Allah dengan tulisan 'Ibrani. Dia juga, seorang yang sudah tua renta dan buta; ketika itu Khadijah berkata kepadanya: "wahai anak pamanku! Dengarkanlah (cerita) dari anak saudaramu!". Waraqah berkata: "wahai anak laki-laki saudara (laki-laki)-ku! Apa yang engkau lihat?". Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam membeberkan pengalaman yang sudah dilihatnya. Waraqah berkata kepadanya: "sesungguhnya inilah sebagaimana ajaran yang diturunkan kepada Nabi Musa! Andai saja aku masih bugar dan muda ketika itu nanti! Andai saja aku masih hidup ketika engkau diusir oleh kaummu!". Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadanya: "benarkah mereka akan mengusirku?". Dia menjawab: "ya! Tidak seorangpun yang membawa seperti yang engkau bawa melainkan akan dimusuhi, dan jika aku masih hidup pada saat itu niscaya aku akan membantumu dengan sekuat tenaga". Kemudian tak berapa lama dari itu Waraqah meninggal dunia dan wahyu pun terputus (mengalami masa vakum).

Pendapat Para Ulama
Para ulama mempunyai banyak pendapat dalam masalah ayat apa yang pertama kali diturunkan dan apa yang terakhir.[3]
1.      Pendapat yang paling sahih mengenai yang pertama kali turun ialah firman Allah, surat al-alaq: 1-5.
Dasar pendapat ini adalah hadist yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari dan Muslim dan lainnya dari Aisyah ra.
2.      Dikatakan pula, bahwa yang pertama kali turun adalah ayat, “Ya ayyuhal muddatsir” (Hai orang yang berselimut). Ini didasarkan pada hadist yang juga HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Salamah bin Abdirrahman.
3.      Pendapat lain mengatakan, bahwa yang pertama kali turun adalah surat Al-Fatihah. Mungkin yang dimaksudkan adalah surat yang pertama kali turun secara lengkap
4.      Ada juga yang berpendapat, bahwa yang pertama kali turun adalah Bismillahirrahmanirrahim, karena basmalah ikut turun mendahului setiap surat. Pendapat pertama yang didukung oleh hadits Aisyah itulah pendapat yang kuat dan masyhur.

3.      MASA VAKUM TURUNNYA WAHYU
Mengenai hal ini, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Sa'ad dari Ibnu Abbas yang intinya menyatakan bahwa jangka waktu itu berlangsung selama beberapa hari pendapat inilah yang rajih/kuat bahkan setelah melalui penelitian dari segala aspeknya secara terfokus harus menjadi acuan. Adapun riwayat yang berkembang bahwa hal itu berlangsung selama tiga tahun atau dua tahun setengah tidaklah shahih sama sekali, namun disini bukan pada tempatnya untuk membantah hal itu secara detail.
Pada masa stagnan tersebut, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dirundung kesedihan yang mendalam yang diselimuti oleh rasa kebingungan dan panik.
Dalam kitab "at-Ta'bir" , Imam Bukhari meriwayatkan naskah sebagai berikut:
" menurut berita yang sampai kepada kami, wahyupun mengalami vakum hingga membuat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam sedih dan berkali-kali berlarian agar dia dapat terjerembab ke ujung jurang-jurang gunung, namun setiap beliau mencapai puncak gunung untuk mencampakkan dirinya, malaikat Jibril menampakkan wujudnya sembari berkata: "wahai Muhammad! Sesungguhnya engkau sebenar-benar utusan Allah!". Spirit ini dapat menenangkan dan memantapkan kembali jiwa beliau. Lalu pulanglah beliau ke rumah, namun manakala masa vakum itu masih terus berlanjut beliaupun mengulangi tindakan sebagaimana sebelumnya dan ketika dia mencapai puncak gunung, malaikat Jibril menampakkan wujudnya dan berkata kepadanya seperti sebelumnya (memberi spirit kepada beliau)".
Ibnu Hajar berkata, “Adanya masa vakum itu bertujuan untuk menghilangkan ketakutan yang dialami oleh Rasulullah SAW dan membuatnya penasaran untuk mengalaminya lagi”.[4]

B.     Periode Dan Tahapan Dakwah
Setelah Rasulullah saw dimuliakan oleh Allah dengan nubuwwah dan risalah, kehidupan beliau dapat dibagi menjadi dua fase yang masing-masing fase memiliki keistimewaan tersendiri secara total, yaitu:[5]
1.      Fase Makkah: berlangsung selama 13 tahun
2.      Fase madinah: berlangsung selama 10 tahun penuh
Masing-masing fase mengalami beberapa tahapan sedangkan masing-masing tahapan memiliki karakteristik tersendiri yang menonjolkannya dari yang lainnya. Hal itu akan tampak jelas setelah kita melakukan penelitian secara seksama terhadap kondisi-kondisi yang dilalui oleh dakwah dalam kedua fase tersebut.
Fase makkah dapat dibagi menjadi tiga tahapan:
1.      Tahapan dakwah sirriyah (dakwah secara sembunyi-sembunyi) berlangsung selama tiga tahun.
2.      Tahapan dakwah jahriyyah (dakwah secara terang-terangan) kepada penduduk makkah dari permulaan tahun keempat kenabian hingga Rasulullah saw hijrah ke madinah.
3.      Tahapan dakwah di luar makkah dan penyebarannya dikalangan penduduknya dari penghujung tahun kesepuluh kenabian yang juga mencakup fase madinah dan berlangsung hingga akhir hayat Rasulullah saw.

C.    Tahapan Dakwah Sirriyyah
1.      Kawanan Pertama
Sudah merupakan sesuatu yang lumrah bila yang pertama-tama dilakukan oleh Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam adalah menawarkan Islam kepada orang-orang yang dekat hubungannya dengan beliau dan keluarga besar serta shahabat-shahabat karib beliau. Mereka semua didakwahi oleh beliau untuk memeluk Islam. Beliau juga tak lupa mendakwahi orang yang sudah saling mengenal dengan beliau dan memiliki sifat baik dan suka berbuat baik. Mereka yang beliau kenal sebagai orang-orang yang mencintai Allah al-Haq dan kebaikan atau mereka yang mengenal beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam sebagai sosok yang selalu menjunjung tinggi nilai kejujuran dan keshalihan. Hasilnya, banyak diantara mereka yang tidak sedikitpun digerayangi oleh keraguan terhadap keagungan, kebesaran jiwa Rasulullah serta kebenaran berita yang dibawanya merespons dengan baik dakwah beliau. Mereka ini dalam sejarah Islam dikenal sebagai As-Saabiquun al-Awwalluun (orang-orang yang paling dahulu dan pertama masuk Islam).
Di barisan depan mereka terdaftar isteri Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam, Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid, Pembantu beliau, Zaid bin Haritsah bin Syarahil al-Kalbi, keponakan beliau Ali bin Abi Thalib yang ketika itu masih anak-anak dan hidup dibawah tanggungan beliau serta shahabat paling dekat beliau, Abu Bakr ash-Shiddiq. Mereka semua memeluk Islam pada permulaan dakwah.
Kemudian, Abu Bakar bergiat dalam mendakwahi Islam. Dia adalah sosok laki-laki yang lembut, disenangi, fleksibel dan berbudi baik. Para tokoh kaumnya selalu mengunjunginya dan sudah tidak asing dengan kepribadiannya karena keintelekan, kesuksesan dalam berbisnis dan pergaulannya yang luwes. Dia terus berdakwah kepada orang-orang dari kaumnya yang dia percayai dan selalu berinteraksi dan bermajlis dengannya. Berkat hal itu, maka masuk Islam lah 'Utsman bin 'Affana al-Umawi, az-Zubair bin al-'Awam al-Asadi, 'Abdurrahman bin 'Auf, Sa'd bin Abi Waqqash az-Zuhriyan dan Thalhah bin 'Ubaidillah at-Timi. Kedelapan orang inilah yang terlebih dahulu masuk Islam dan merupakan kawanan pertama dan palang pintu Islam.
Diantara orang-orang pertama lainnya yang masuk Islam adalah Bilal bin Rabah al Habasyi, kemudian diikuti oleh Amin (Kepercayaan) umat ini, Abu 'Ubaidah; 'Amir bin al-Jarrah yang berasal dari suku Bani al-Harits bin Fihr, Abu Salamah bin 'Abdul Asad, al- Arqam bin Abil Arqam (keduanya berasal dari suku Makhzum), 'Utsman bin Mazh'un dan kedua saudaranya; Qudamah dan 'Abdullah, Ubaidah bin al-Harits bin al- Muththalib bin 'Abdu Manaf, Sa'id bin Zaid al-'Adawy dan isterinya; Fathimah binti al-Khaththab al-'Adawiyyah - saudara perempuan dari 'Umar bin al-Khaththab -, Khabbab bin al-Arts, 'Abdullah bin Mas'ud al-Hazaly serta banyak lagi selain mereka. Mereka itulah yang dinamakan as-Saabiquunal Awwaluun. Mereka terdiri dari semua suku Quraisy yang ada bahkan Ibnu Hisyam menjumlahkannya lebih dari 40 orang. Namun, dalam penyebutan sebagian dari nama-nama tersebut masih perlu diberikan catatan dan diteliti lagi.
Ibnu Ishaq berkata: "Setelah itu banyak orang yang masuk Islam baik laki-laki maupun wanita, sampai akhirnya tersiarlah dan menyebar "Islam" di seluruh Makkah dan mulai banyak menjadi bahan perbincangan orang.
Mereka semua masuk Islam secara sembunyi-sembunyi. Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam menemui mereka dengan memberikan pengarahan agama dan mengajarkannya agama secara sembunyi-sembunyi. Wahyu diturunkan sedikit demi sedikit lalu behenti setelah turunnya permulaan surat al-Muddatstsir. Ayat-ayat dan penggalan-penggalan surat yang turun pada masa itu merupakan ayat-ayat pendek, memiliki makna-makna yang indah dan valid, senandung yang menyejukkan dan memikat seiring dengan suasana suhu domestik yang begitu lembut dan halus. Ayat-ayat tersebut membicarakan solusi memperbaiki pensucian jiwa ( tazkiyatun nufuus), celaan mengotorinya dengan gemerlap duniawi berisi ciri-ciri surga dan neraka yang seakan-akan terlihat oleh mata kepala sendiri. Juga, menggiring kaum Mukminin ke dalam suasana yang lain dari kondisi komunitas sosial kala itu.

2.      Perintah Sholat
Di antara wahyu yang pertama-tama turun adalah perintah sholat. Muqatil bin Sulaiman berkata, “Allah mewajibkan shalat dua rakaat pada pagi hari dan dua rakaat pada petang hari pada masa awal islam, yang didasarkan pada firman Allah surat al-mukmin: 55
وَسَبِّح بِحَمدِ رَبِّكَ بِالعَشِىِّ وَالإِبكر
      “Dan bertasbihlah seeraya memuji Rabbmu pada waktu pagi dan petang.”(Al-Mukmin:55)
Ibnu Hajar mengatakan: “sebelum terjadinya Isra', Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam secara qath'i pernah melakukan shalat, demikian pula dengan para shahabat. Akan tetapi terdapat perbedaan pendapat, apakah ada shalat lain yang telah diwajibkan sebelum (diwajibkannya) shalat lima waktu ataukah tidak?. Ada yang berpendapat mengatakan bahwa yang telah diwajibkan pada masa itu adalah shalat sebelum terbit dan terbenamnya matahari".
Al-Harits bin Usamah meriwayatkan dari jalur Ibnu Luhai'ah secara maushul (disambungkan setelah sanad-sanadnya mu'allaq [terputus di bagian tertentu]) dari Zaid bin Haritsah bahwasanya pada awal datangnya wahyu, Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam didatangi oleh malaikat Jibril; dia mengajarkan beliau tata cara berwudhu. Maka tatkala selesai melakukannya, beliau mengambil seciduk air lantas memercikkannya ke faraj beliau. Ibnu Majah juga telah meriwayatkan hadits yang semakna dengan itu, demikian pula riwayat semisalnya dari al-Bara' bin 'Azib dan Ibnu 'Abbas serta hadits Ibnu 'Abbas sendiri. Hal tersebut merupakan kewajiban pertama.
Ibnu Hisyam menyebutkan bahwa bila waktu shalat telah masuk, Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam dan para shahabat pergi ke perbukitan dan menjalankan shalat disana secara sembunyi-sembunyi jauh dari kaum mereka. Abu Thalib pernah sekali waktu melihat Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam dan 'Ali melakukan shalat, lantas menegur keduanya namun manakala dia mengetahui bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang serius, dia memerintahkan keduanya untuk berketetapan hati (tsabat).
3.      Kaum Quraisy mendengar dakwah secara global
Meskipun dakwah pada tahapan ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan bersifat individu, namun perihal beritanya sampai juga ke telinga kaum Quraisy. Hanya saja, mereka belum mempermasalahkannya karena Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam tidak pernah menyinggung agama mereka ataupun tuhan-tuhan mereka.
Tiga tahun pun berlalu sementara dakwah masih berjalan secara sembunyi-sembunyi dan individu. Dalam tempo waktu itu, terbentuklah suatu jamaah Mukminin yang dibangun atas pondasi ukhuwwah (persaudaraan) dan ta'awun (solidaritas) serta penyampaian risalah dan proses reposisinya. Kemudian turunlah wahyu yang membebankan Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam agar menyampaikan dakwah kepada kaumnya secara terang-terangan dan menentang kebatilan mereka serta menyerang berhala-berhala mereka.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tatkala rasulullah saw berusia hampir 40 tahun, beliau suka mengasingkan diri ke gua hira dan menghabiskan waktunya untuk beribadah, memikirkan kekuasaan penciptaan alam sekitarnya serta kekuatan tak terkalahkan dibalik alam ini. Beliau diangkat menjadi rasul dan mulai tampak tanda-tanda nubuwwah (kenabian) yang timbul dari diri kehidupan beliau. Di antara tanda-tandanya ialah adanya sebuah batu di makkah yang mengucapkan salam kepada beliau, beliau juga bermimpi sangat jelas, sejelas fajar subuh yang terbit. Tanda ini berlangsung selama dua pulu tiga tahun dan juga merupakan bagian dari empat puluh enam tanda kenabian. Memasuki tahun ketiga saat mengasingkan dirinya di gua hira tepatnya di bulan ramadhan, Allah swt berkehendak untuk melimpahkan rahmat-nya kepada penghuni bumi, memuliakan beliau dengan nubuwwah dan menurunkan jibril kepada beliau sambil membawa ayat-ayat al-qur’an.
Setelah Rasulullah saw dimuliakan oleh Allah dengan nubuwwah dan risalah, kehidupan beliau dapat dibagi menjadi dua fase yang masing-masing fase memiliki keistimewaan tersendiri secara total, yaitu:
1.      Fase Makkah: berlangsung selama 13 tahun
2.      Fase madinah: berlangsung selama 10 tahun penuh










[1] Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2004). h.90
[2] Dr. Said Ramadhan Al-Buthy, Fikih Sirah, Terj. Fuad Syaifudin Nur, (Jakarta Selatan: Pt Mizan Publika, 2010), cet. Ke-1, h.77
[3] Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Qur’an, Ter: H. Aunur Rafiq El-Mazni, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2013), cet. Ke-8, h. 78
[4] Syafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Muhammad Dari kelahiran Hingga Detik-detik Terakhir, terj. Hanif Yahya, (Jakarta: Darul Haq, 2005). h.86
[5] Syafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Muhammad Dari kelahiran Hingga Detik-detik Terakhir, terj. Hanif Yahya, h. 80

Klasifikasi Ayat Al-Qu'an

KLASIFIKASI AYAT A. PENGHILANGAN NYAWA Surat Al-Baqoroh Ayat 191 وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أ...